Zaki Rif’an – Makassar
Kamis, 5 Januari 2023 16:09 PM
FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Masyarakat Bugis, Sulawesi Selatan memiliki rangkaian aksara yang dinamakan Aksara Lontara. Ini juga menjadi identitas di daerah Sulawesi Selatan.
Dari segi sejarahnya memiliki nilai luhur berharga. Bahkan, aksara terpanjang di dunia Sureq I Lagaligo yang ditulis dalam aksara bugis ini. Di Eropa tulisan ini sangat terkenal.
Aksara Lontara juga merupakan satu dari lima aksara yang dikenal di dunia. Di antaranya aksara Arab, Kanji, Latin, Kawi (Jawa Kuno).
Namun, di tengah perkembangan zaman, tulisan ini seakan ditinggalkan. Lalu, apa yang perlu dilakukan?
Melalui perbincangan di kanal Youtube Talang Institute yang menghadirkan narasumber Andi Mallarangeng, beliau menegaskan bahwa Aksara Lontara ini perlu dilakukan digitalisasi. Jika tidak dilakukan, aksara ini bisa saja hilang dan tidak dikenal lagi oleh generasi setelah kita.
“Kalau sebuah Aksara tidak didigitalisasi, dianggap hilang,” kata Andi Mallarangeng.
Lebih lanjut, meski telah dibuat dalam bentuk digital, tetapi masyarakat tidak menggunakannya, aksara tersebut kata Andi Mallarangeng akan mati.
“Walaupun sudah digitalisasi tapi tidak tapi tidak digunakan dalam kegiatan sehari-hari. Tidak ada websitenya. Tidak ada orang menggunakan aksara Lontara dalam kegiatan berkomunikasi melalui online misalnya, maka dia dianggap mati,” sambungnya.
Menurutnya, masyarakat bisa diajak untuk menggunakan aksara ini kembali dengan membuat sebuah lomba agar aksara ini tetap lestari.
“Itulah gunanya buat lomba website, sehingga masyarakat berpacu untuk membuat tulisan dan berkomunikasi secara digital dengan aksara Lontara. Kalau tidak, dianggap mati,” katanya.
Selain itu, peran pemerintah daerah juga penting. Tidak hanya berusaha mengajak masyarakat, namun dalam hal ini, pemerintah kurang memiliki kepedulian.
“Kemudian lagi, khusus untuk standardisasi ini memang harus ada kepedulian dari pemerintah daerah. Salah satu ketentuan icon untuk bisa menaikkan derajat dari digital adalah adanya ketentuan dari pemerintah bahwa huruf ini memang diakui oleh pemerintah,” jelasnya.
Namun, saat ini belum ada Peraturan yang mengatur jika Aksara Lontara ini merupakan aksara yang diakui dan ada di Sulawesi Selatan.
“Sampai sekarang, saya rasa belum ada pengakuan dari pemerintah secara tersurat dalam bentuk produk Peraturan Pemerintah Daerah misalnya bahwa aksara lontara ini aksara yang diakui sebagai aksara yang hidup di Sulawesi Selatan.
Di sisi lain, Aksara Lontara ini dijadikan imbauan untuk digunakan pada nama-nama jalan.
“Yang ada kalau saya lihat adalah himbauan atau penggunaan aksara lontara dalam di jalan dengan nama jalan-jalan,” terangnya.
Dikatakan juga olehnya jika Aksara Jawa telah naik dua kelas lebih tinggi dari Aksara Lontara ini karena kurangnya pemerhati untuk hal ini. (Zak/Fajar).